MENGEJA ISYARAT MALAM
Sejenak memandang bebintang di langit. Berharap sapaannya
di antara kebekuan hati dan kesemuan benak, berharap terang di antara gelapnya
derap, berharap kemulusan di antara
bebatuan.
Cobalah menuangkannya menjadi seutas pesan atau
biarkan saja dia pergi bersama dawai malam lalu menangkap senja.
Tidak mudah melenyapkan lebaran aksara yang seolah
enggan terlahir menjadi kata singkat. Tapi itulah yang terdengar dari bisikan
sayup, di kedalaman sana. Yang ingin beranjak dari jejaring kehuntuannya namun
urung karena tersendak pada dimensi ambigu
Ah…kamu terlalu banyak mengeluhkan letih, kuyup dan
sayu yang sama dengan mereka yang teretas dengan keputus asaannya. Bukankah
kemarin jemarimu melukis kegetiran kan terasa manis saat kau menyeduhnya dengan
ombak semangat?
Sungguh mematikan terawangan tajam itu merobek helai
nafas, padahal belum semua racun bertemu penawarnya. Tanpa sela jemarimu
kembali menulis “saat gula terasa pahit”
Ayolah tatap bintang sejenak di sana, meski jauh
bukankah kemilaunya menentramkan jiwa???
Warkop jurnalis 15 Januari 2014
1 komentar:
Makjang, dalam.
Posting Komentar