Di sudut itu…suara
parau menyertai keresahan. Tertutur rapi, diungkap dari lisan/ membenamkan
segenap ufuk terik mentari kala itu. Membelah ruang benak, menjatuhkan nama di
jurang terbawah yang pernah kutau. Bahasa sayup membunuh sejenak helai nafas
yang baru terlahir, dan engkau masih tak sadar langkah itu terseok dan tersudut
*****
Tujuh belas tahun lalu,
tak kusam di ingatan. Padahal upaya menguburnya lebih dalam telah dilalui di
perjalanan maya dan nyata. Adakah sejemput sesal disana, bahwa aliran darah ini
tidak bersalah seiring titah-titahmu, wahai muaraku yang tertindas?
****
Masih saja luapan
titahmu di atas, dan yang terpersalah lalu terpuruk takkan pernah dianggap. Mungkin
zaman dan waktu tak mengingatkanmu. Di sudut sana jejak kaki memanjang, menjaluri
dimensi hipnosi. Sulit mengartikan utusanmu, agar segera memulai kisah baru,
melengkapi asamu kelak
*****
Tapi segenapmu belum
tersadar, bangun dari lelap pikiranmu sendiri. Semoga saja angin tidak jauh
membawa pelarian.
*****
Jika saja terangkai
catatan di kedalaman sana, bahwa racun terdahulu cukup mengganas, mematikan
syaraf-syaraf yang baru akan muncul. Dan kemarin engkau kembali menitahkan bisa
racun, di atas istana perintahmu
*****
Sungguh, bukan tak
ingin melepas sekat, bukan enggan membuka hati, atau karena harus merajut luka.
Aku hanya ingin meyakinkan, bahwa besok engkau dan dulumu, mereka dan kami yang
terkubur karena praharamu dulu, tidak akan kembali ke depanku….